Merajut Mimpi di Bawah Rimbunnya Tajuk Sengon

Kata mutiara seperti itulah yang kami lihat dari semangat para penggarap lahan dan pengelola Kampung IPB dalam mengelola hutan rakyat di Desa Curugciung. Saat ini telah berjalan hampir 6 tahun dari awal mula hutan rakyat dimulai di desa tersebut.

Bagaikan setitik embun pada musim kemarau

Kata mutiara seperti itulah yang kami lihat dari semangat para penggarap lahan dan pengelola Kampung IPB dalam mengelola hutan rakyat di Desa Curugciung. Saat ini telah berjalan hampir 6 tahun dari awal mula hutan rakyat dimulai di desa tersebut. Dulunya, penggarap lahan sangat gembira dan penuh semangat mendatangi lahan garapannya, yang mana saat sengon tersebut baru ditanam dan mereka dapat memperoleh penghasilan dari komoditas pertaniannya seperti padi huma. Namun tidak seperti saat ini, semua lahan yang dikelola sebagai hutan rakyat telah sangat rimbun akibat tajuk sengon yang telah berhimpitan satu dengan lainnya, membuat ruang cahaya yang masuk ke permukaan tanah semakin menyempit.

Dari kondisi tersebut, sangat tidak relevan lagi apabila para penggarap masih memaksa untuk menanam komoditas pertanian seperti sebelumnya, karena itu hanya akan membuang tenaga dan modal. Komoditas pertanian cenderung membutuhkan sinar matahari secara langsung layaknya lanskap persawahan yang terbuka langsung. Tidak terhenti dalam kondisi yang stuck seperti itu, Kampung IPB dengan sumber dayanya atas pengetahuan dan penerapan ilmu-ilmu pertaniannya, mereka memikirkan tentang bagaiman menciptakan suatu terobosan yang dapat memecahkan permasalahan tersebut. Salah satu solusi yang ditemukan ialah bagaimana mencari jenis-jenis komoditas yang relevan dan cocok untuk ditanam dalam kondisi vegetasi dan tajuk pohon yang rimbun tersebut.

Komoditas yang dipilih ialah pisang dan talas beneng. Kedua komoditas tersebut merupakan komoditas yang dianggap cocok untuk diimplementasikan dalam pengelolaan hutan rakyat dengan tegakan sengon yang rimbun. Pisang merupakan salah satu komoditas yang tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, dengan presentasi yang dominan dan ada hampir di semua kavling, hasil komoditas ini diharapkan dapat membantu penggarap dalam meningkatkan perekonomian mereka. Sedangkan talas beneng dipilih karena terbukti banyak permintaan pasar dan bagian-bagiannya sangat bermanfaat untuk diolah menjadi bahan baku pangan dan olahan lainnya, jenis talas beneng juga diuji cobakan dalam areal-areal para penggarap lahan.

Talas beneng, dari alam bebas jadi komoditas 

Komoditas Talas Beneng (Xanthosoma undipes K.Kock) dulunya hampir tidak pernah dilirik untuk menjadi komoditas yang dikembangkan seperti saat ini. Dulunya tanaman umbi-umbian ini hanya tumbuh liar di alam dan hanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi sebagian masyarakat pada musim panceklik datang. Biasanya masyarakat mengonsumsi umbi dari talas beneng tersebut sebatas direbus dan digoreng untuk menggantikan bahan pokok seperti nasi. Dinamakan beneng bukan tanpa alasan, melainkan dari kosakata dalam bahasa sunda antara “beuneur” yang berarti besar dan “koneng” yang berarti berwarna kuning. Hal tersebut terlihat dari penampang umbi dari talas beneng yang besar da berwarna kuning.

Terutama di Kabupaten Pandeglang, komoditas talas beneng menjadi perhatian khusus yang terbukti dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. Dikutip dari Petunjuk Teknis Budidaya dan Pengolahan Talas Varietas Beneng dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten, komoditas talas beneng mulai dieksplorasi potensinya mulai tahun 2007. Pengolahan talas beneng telah banyak dilakukan di beberapa wilayah di Pandeglang, biasanya dalam pengolahan umi talas beneng diproduksi menjadi tepung untuk menjadi bahan baku bolu atau cake dan pengolahan lainnya. Saat ini permintaan akan talas beneng cukup banyak namun produksi dan budidaya talas ini masih belum mencukupinya. Selain umbinya yang dimanfaatkan untuk dijadikan tepung talas, daun talas beneng juga bisa diolah untuk dijadikan bahan baku pengganti tembakau untuk membuat rokok herbal, hal tersebut dikarenakan daun talas beneng tidak mengandung nikotin seperti halnya pada tembakau.

Pengelola PT. IPB dalam menyikapi besarnya permintaan talas beneng tersebut, merespon dengan baik dan mulai membudidayakannya di bawah nanungan sengon. Hasilnya pun berhasil karena jenis talas ini mampu hidup dibawah naungan dan justru mempercepat pertumbuhannya, baik dari segi tinggi tanaman dan lebar daun yang dihasilkan. Namun kekurangan dari budidaya di bawah naungan ialah berpengaruh pada ketebalan dari daun talas tersebut, cenderung tidak setebal apabila ditanam dengan intensitas cahaya yang cukup.

Masih banyak mimpi yang akan kami rajut

Semua perjalanan yang telah terangkum, kami Kampung IPB dalam segala upaya memberdayakan dan memakmurkan para petani-petani di Indonesia belum selesai. Masih butuh usaha keras, masih butuh peluh yang lebih untuk terus berupaya menjadikan Kampung IPB semakin bermanfaat untuk banyak pihak, terutama bagi kemakmuran para petani di Indonesia. kami lahir dan berangkat dari para alumni yang resah akan nasib para petani-petani di Indonesia, dan semoga keresahan yang kami rasakan terus meluas, menjadi keresahan bersama sehingga akan menciptakan suatu komitmen besar untuk saling berkontribusi membangun pertanian yang lebih maju dan modern bagi masyarakat Indonesia.

“KAMI INGIN PARA ALUMNI IPB MAMPU MENGIMPLEMENTASIKAN ILMUNYA DI SINI” – Ria Susanti (Direktur PT. IPB)

Kami percaya, dengan semua pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan oleh para alumni IPB semasa kuliah, apapun jurusannya, apabila mereka mau dan sungguh, sekecil apapun ilmu yang mereka berikan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Hasil terbaik tidak pernah melupakan akan kerja keras dan usaha yang dilakukan. Kalian para generasi muda lah yang akan meneruskan perjuangan dari kami. Saat ini, penerapan Sustainable Agriculture yang terintegrasi dalam praktik usaha tani terpadu atau Integrated Farming, telah dilakukan di lahan lahan di Desa Curugciung. Langkah lanjut dari kegiatan selama ini ialah Komisioner dari PT. IPB.

“KAMI INGIN JADIKAN LAHAN-LAHAN ITU MENJADI AGROWISATA” – Biakman Irbansyah (President Commisioner PT. IPB)

 

Kedepannya memang, lahan yang saat ini maish tertanam sengon tersebut belum waktunya panen, namun kami telah merencakan bagaimana lahan-lahan tersebut kami akan ubah dari segi pemanfaatannya, yang awalnya adalah komoditas kayu produksi, selanjutnya kami ingin komoditas menjadi buah-buahan. Dari konsep seperti itu, kami akan mengembangkan konsep-konsep yang telah ada menjadi suatu konsep pengusahaan berbasis agrowisata.