Pelestarian Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Hadis

 

BOGOR, LATIN.OR.IDMenyelamatkan dan menjaga alam adalah bagian dari usaha manusia untuk menjaga kelanggengan hidupnya dan menjaga alam secara turun menurun diterapkan sebagai bagian dari hidup dan keyakinan spiritual hakiki manusia. Salah satu tuntunan hidup keselarasan manusia dengan alam disampaikan dalam agama Islam melalui Al-Quran dan Hadist.

 

“Jika kiamat datang dan di tangan kalian terdapat bibit tanaman, siapa di antara kalian yang sempat untuk menanamnya, maka tanamlah.” (HR. Ahmad, dari Anas bin Malik, dishahihkan Al-Albani).  Fahmi Syaifuddin, Pengajar Pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar dalam serial DIKSI (Diskusi Asik Sosial Forestri) menjelaskan hadis ini menyampaikan pesan untuk memiliki sikap mental yang kritis dalam menerapkan gaya hidup dan kebutuhan konsumsi dalam pemanfaatan hasil alam. banyak seruan dalam Islam yang dapat diadopsi sebagai cara pandang dalam mengentaskan permasalahan lingkungan. Islam memberi petunjuk dalam memperlakukan alam dan lingkungan hidup agar kaum muslim berinteraksi dengan lingkungannya secara intensif. Sesuai sabda Nabi bahwa manusia adalah Khalifah dengan seruan “jagalah kalian akan bumi karena sesungguhnya bumi adalah ibu kalian”.

 

Ibrahim Abdul Matin melalui bukunya Greendeen: Inspirasi Islam dalam Menjaga dan Mengelola Alam, menyampaikan konsep tentang Agama Hijau. Agama Hijau atau Green Deen adalah konsep beragama yang berpihak pada lingkungan. Agama Hijau menuntut kita untuk menerapkan Islam seraya menegaskan hubungan integral antara keimanan dan lingkungan, atau dengan seluruh semesta. Dengan mengutip penjabaran Fahmi Syaifuddin, Matin menyebutkan terdapat 6 prinsip Agama Hijau, yakni: memahami kesatuan tuhan dan ciptaan-Nya (tawhid), melihat tanda-tanda kebesaran Tuhan ( ayat ) di mana saja, menjadi penjaga (khalifah) di bumi, menjaga amanat tuhan, memperjuangkan keadilan (adl), dan hidup selaras dengan alam (mizan).

 

Menurut Fahmi, 6 prinsip dalam Agama Hijau mendekatkan kita pada eco lifestyle. Mengingat di era pasca pandemi ini perilaku masyarakat semakin banyak beralih kepada gaya hidup yang lebih ekologis. Semakin tingginya kesadaran akan eco-lifestyle baik di pihak industri maupun konsumen menjadikan sebuah siklus yang saling mempengaruhi sehingga secara tidak sadar eco-lifestyle sudah menjadi sebuah tren yang dianggap kekinian khususnya di kalangan anak muda.

 

Mempersiapkan pemuda menjadi hal penting untuk masa depan. Bappenas pada  tahun 2017 menyatakan bahwa Indonesia akan mengalami masa bonus demografi di tahun 2030 hingga 2040. Di mana penduduk usia produktif lebih besar dibanding usia non produktif dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia. Disamping bonus demografi ini, menurut data World Population Review tahun 2021, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Total ada sekitar 231 juta penduduk di Indonesia yang memeluk agama Islam.

Dua hal ini dapat menjadi kesempatan strategis Indonesia untuk melakukan berbagai aksi kelestarian lingkungan dalam pembangunan yang lebih berkeadilan melalui dukungan sumber daya manusia usia produktif yang melimpah. Sejalan dengan itu, pemerintah juga telah mencanangkan Visi Indonesia Emas tahun 2045 dengan harapan terciptanya generasi produktif yang berkualitas.

Saat ini sudah banyak pemuda yang mempersiapkan hal ini dari berbagai sektor, seperti salah satu program yang dilakukan Pesantren Ecology Misykat Yaitu Sekolah Ekologi Politik—kelas berseri yang dilakukan Selama sepekan, peserta kelas akan mendiskusikan ekologi politik, ekososialisme, bencana lingkungan hingga kapitalisme dan krisis iklim. Hal ini memberikan sebuah kerangka pikir alternatif sekaligus optimisme baru  untuk  lingkungan  alam  yang  langgeng  dan  lestari  dengan  mengoptimalkan  kembali  kualitas  hakiki  yang inheren  pada  setiap  manusia sebagai  makhluk  rohani-spiritual.  Perbincangan dalam DIKSI bersama Fahmi Syaifuddin menyimpulkan bahwa  eko-spiritual dalam proses pelestarian lingkungan adalah sebuah keniscayaan untuk masyarakat dunia kontemporer saat ini.

 

 


 

Penulis : Annisa Aliviani

Editor : Novan (Bantu review)