Cerita Tentang Ekowisata dan Sosial Forestri

Ekowisata menjadi salah satu sektor usaha yang banyak dipertimbangkan keberadaanya. Potensi alam berlimpah, dan budaya yang beragam membuat masyarakat Indonesia membuat sektor ini menjadi pilihan strategis dalam pengembangan pariwisata.

Ekowisata menjadi salah satu sektor usaha yang banyak dipertimbangkan keberadaanya. Potensi alam berlimpah, dan budaya yang beragam membuat masyarakat Indonesia membuat sektor ini menjadi pilihan strategis dalam pengembangan pariwisata. 

Banyak sekali pengelola kawasan wisata yang melabeli destinasinya dengan kata “ekowisata”. Saat ada danau, air terjun, sungai, gunung, maka masyarakat jamak menyebutnya ekowisata. Namun, apa makna ekowisata yang sebenarnya?

LATIN berbincang dengan Nurdin Razak, Founder dari Institut Ecotourism Indonesia (IEI) sekaligus pemilik Baloeran Ecolodge. Seorang pakar Ekowisata yang bukan hanya kuat teori tapi juga berhasil dalam mempraktekannya.

Apa itu Ekowisata?

Saya itu agak miris, melewati tempat yang sedang dipugar ditulisi ekowisata yang terbuat dari akrilik, dari beton dan dikasih keramik, lalu ada lampu berwarna emas. Mirisnya adalah satu dari sisi biaya pasti lebih mahal. Lalu cuaca akan semakin panas, karena memakai besi, pohon ditebang. Bahkan hal tersebut oleh dikelola lembaga yang afiliasinya dengan konservasi. Mudah untuk melihat yang tidak eco. Saat kita ba ngun kawasan di alam lalu ditambah sesuatu warna kuning, tentu sudah tidak eko.

Ekowisata adalah konsep yang mengalir dalam landscape yang mengawinkan antara emosi pengunjung dengan lokasi dia beraktifitas. Menggali pengalaman baru berdasarkan value.

Bisa diceritakan pengalaman yang paling bermakna dalam pengelolaan Ecolodge?

Pertama untuk membangun konsep bisnis di sebuah lingkungan baru, tantangan luar biasa. Sawan Rejo itu bukan desa yang populer awalnya, kedua landscapenya biasa saja. Karena dekat dengan Baloeran, sehingga muncul homestay. Pernah ada survey, harga Rp 200.000 saja sudah divonis tidak akan laku. Lalu saya membuat homestay dengan harga Rp 350.000 dan berhasil. 

Setelah 2 tahun berangkat dan terkenal di Jerman, lalu di Eropa. Akhirnya homestay yang tadinya dua menjadi 20 homestay. Salah satu kamar saya akhirnya saya naikan ke RPp400.000. Prosesnya sangat menarik, bahkan bisa dibilang tidak masuk akal. Banyak hal tidak mungkin, tapi dilakukan secara kontinyu pada akhirnya akan bertemu jalur. 

Antara Sosial Forestri dan Ekowisata hubunganya seperti apa? 

Awalnya saya mendengar istilah SOsial FOrestri itu sekitar 6 tahun lalu. Yang saya pahami adalah memperkuat masyarakat membangun awareness bahwa masyarakat hutan memiliki hak mengelola dengan baik dan bijak. Masyarakat ini perlu dibantu oleh siapapun termasuk NGO. Kemudian Ecotourism tetap dalam konsep sosial forestri dalam perspektif sociopreneurship. Misalnya kopi dikelola di pinggir hutan, dikelola dengan local wisdom

LATIN perlu gencar untuk memperluas sosial forestri, yang diberbagai tempat diartikan berbeda. bisa jadi Ecotourism bisa jadi alat untuk mentransfer konsep sosial forestri. Tentunya LATIN harus terus jadi mercusuar untuk memimpin Sosial FOrestri. Bukan hanya di hutan tapi juga pesisir, dan kawasan lain yang sekiranya mereka bisa mengelola alam dengan bijak dan berkelanjutan. (NA)