Forum Koordinasi Percepatan Program Perhutanan Sosial melalui Skema Hutan Adat

Forum Koordinasi Pengelolaan Perhutanan Sosial Skema Hutan Adat

Rabu (6/6) LATIN menghadiri undangan  rapat koordinasi “Pengelolaan Perhutanan Sosial Skema Hutan Adat”. Kegiatan yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Bangda-Kemendagri RI) ini dilaksanakan di Jakarta dan dihadiri oleh LATIN, HuMa , Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). 

Rapat koordinasi ini digelar untuk mendorong kolaborasi antar pihak sebagai upaya   pengakuan hak masyarakat adat dalam pengelolaan  hutan. Sejauh ini beberapa Organisasi Masyarakat Sipil (OMS)  sudah bergerak untuk mendokumentasikan dan meregistrasi wilayah adat. LATIN sendiri mengambil peran dalam penyusunan Dokumen Panduan Kolaborasi Implementasi Perhutanan Sosial bersama Bangda-RI.

“Masyarakat Hukum Adat diampu oleh beberapa kementerian yaitu Kementerian Dalam Negeri,, Kementerian Sosial, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dari 2016 hingga 2022, capaian hutan adat sejumlah 108 unit seluas 153.322 Ha terdiri dari penetapan Hutan Adat 152.563 Ha dan memberi manfaat ke 51.312 KK, dan penetapan wilayah indikatif Hutan Adat di Kabupaten Toba 354 Ha (88 KK)” ungkap Yuli Prasetyo, Kepala Seksi Pencadangan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal, KLHK-RI.

Salah satu masalah penting adalah perbedaan data antara pemerintah pusat dan daerah. Lalu OMS juga melakukan registrasi di berbagai wilayah adat di yang datanya perlu disinkronisasi. Saat ini ada 50 Lokasi Prioritas penetapan Hutan Adat yang tersebar di Provinsi Aceh, Bali, dan Bengkulu, Kalimantan Barat, Papua Barat, Riau, dan Sumatera Barat. Total luasan target hingga tahun 2030 adalah seluas 245.917 ha. 

Beberapa poin diskusi yang tercatat dalam forum ini adalah:

1. Dari 50 Prioritas penetapan lokasi Hutan Adat, ditargetkan 8 penetapan (Surat Keputusan Bupati atau Peraturan Daerah) terbit di tahun 2023.

2. Hingga 17 Maret 2023, BRWA sudah melakukan registrasi seluas 13.785.949 Ha (905 Peta) yang bisa dijadikan rujukan dalam menetapkan Masyarakat Hukum Adat.

3. Ada dua rezim pengaturan penetapan yaitu : 1) Lahan adat dalam skema ATR/BPN tidak memerlukan Peraturan Daerah dalam penetapannya dan 2) Lahan Adat dengan skema Perhutanan Sosial memerlukan Peraturan Daerah dalam penetapannya..

4. Perlu adanya penyempurnaan regulasi agar penetapan Perhutanan Sosial dalam skema Hutan Adat lebih mudah dengan penerbitan dari SK Bupati. (Penyempurnaan UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)

5. Beberapa usulan lokasi prioritas yaitu: Buleleng, Bali; Luwu Utara, Sulawesi Selatan; Tapanuli Utara, Sumatera Utara; Mal, Tanah Datar; Siriken, Luwu Utara; Sintang, Kalimantan Barat; Poso, Sulawesi Tengah; Sinjau, Sulawesi Selatan.

6. Dari berbagai proses penetapan, perlu adanya pengelolaan pengetahuan agar dapat terpetakan faktor penting yang mendorong atau menghambat, sehingga bisa menjadi pembelajaran dalam proses penetapan berikutnya.

 

Penulis: Novan Aji Imron

Editor: Febri Sastiviani Putri Cantika