Dari Sekolah Lapang Pemanfaatan HHBK Rotan di Siberut Selatan: Komoditas Rotan Melimpah, Pengelolaan belum Maksimal

0
0
8 months ago

PERLU KEBERLANJUTAN: Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi Usama Putra saat melihat rotan manau yang sedang dicuci oleh warga, di Desa Muntei, Sabtu (10/8). (SYURYA HADI DHARMA TANJUNG)

PADEK.JAWAPOS.COM – Desa Mutei, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang melimpah. Salah satunya rotan (manau, red). Namun potensi ini belum tergarap maksimal. Masyarakat hanya bisa mengolah hasil hutan itu jadi barang setengah jadi. Masyarakat berharap bisa mengembangkan produk turunan dari HHBK rotan ini.

GELOMBANG laut dan waktu 5 jam mewarnai perjalan Tim Dinas Kehutanan Sumbar menuju Desa Muntei pada Sabtu (10/8). Tim berjumlah 15 orang dan dipimpin Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi. Menggunakan kapal cepat Mentawai Fast semestinya perjalanan ke Siberut bisa lebih cepat. Namun, rute saat itu memang harus mampir ke Sighabaluan sehingga kapal harus memutar untuk sampai ke Dermaga Siberut Selatan.

Berangkat pukul 07.00 dari Muaro Padang sandar di Muaro Siberut Sealatan sekitar pukul 15.00. Tujuan ke Desa Muntei adalah mengunjungi Sekolah Lapang Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rotan di Hutan Kemasyarakatan (HKm) Simatulu Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Potensi dan tindak lanjut pemanfaatan rotan di desa ini memang menjadi salah satu persoalan yang belum terpecahkan oleh masyarakat. Makanya hal tersebut dibahas intens pada Sekolah Lapang Pemanfaatan HHBK Rotan di HKm Simatulu Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan.

Kegiatan tersebut digagas Dinas Kehutanan Sumbar bekerja sama dengan FOLU Net Sink 2030 dan diselenggarakan selama tiga hari yakni 10-12 Agustus. Ada 40 orang peserta dari 6 Kelompok Perhutanan Sosial yang terlibat dalam kegiatan ini. Kelompok ini berasal dari sejumlah kecamatan yang ada di Mentawai.

Sabtu (10/8) pada pembukaan kegiatan tersebut tampak hadir seluruh peserta yang merupakan petani hutan. Mereka antusias mengikuti kegiatan berharap mendapat pengetahuan lebih terkait tindak lanjut pengelolaan rotan.

Sampai di lokasi, Sekolah Lapang Pemanfaatan HHBK itu langsung dibuka Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi Usama Putra. Ikut hadir dalam pembukaan Kepala Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah III Pekanbaru Pifin Arjiana Jogasara. Pada kesempatan itu Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Ir. Dida Mighfar Ridha dan Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah juga turut memberi arahan yang dilakukan secara virtual.

Gubernur Mahyeldi secara virtual mengatakan, lebih dari 1,5 juta hektare hutan negara kewenangannya berada di pemerintah provinisi. Hutan tersebut terdiri dari Hutan Lindung dan Hutan Produksi. Hutan ini bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan dengan skema Perhutanan Sosial. Kerena itu Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah, atas nama Pemprov Sumbar mendorong penuh Program Perhutanan Sosial di Sumbar. Dengan begitu pemerintah ikut mendorong masyarakat mengelola hutan menjadi sumber pendapatan tanpa merusak hutan tersebut.

Selain itu dengan pemanfaatan yang dilakukan dapat mengentaskan kemiskinan ekstrem serta meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan itu sendiri. Dalam Sekolah Lapang Pemanfaatan HHBK Rotan, pengelolaan rotan secara berkelanjutan dapat mencegah deforestasi dan mampu menjaga keanekaragaman hayati. Selain itu, rotan adalah komoditas unggulan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.

“Pemerintah provinsi juga mendorong peningkatan daya saing saing produk rotan di pasar internasional. Melalui Sekolah Lapang ini dapat terjadinya pengelolaan rotan keberlanjutan ke depannya,” ujar gubernur.

Menurutnya untuk menghasilkan rotan, perlu teknik budi daya yang efisien. Dengan Sekolah Lapang Pemanfaatan HHBK diharapkan petani hutan di Mentawai dapat melakukan pengembangan dengan baik serta ke depan bisa menjadi menjadi percontohan bagi daerah penghasil rotan lainnya di Sumbar. Gubernur juga mengapresiasi seluruh pihak yang mendukung program Sekolah Lapang, terkhusus untuk Dinas Kehutanan Sumbar.

“Hutan lestari, pendapatan meningkat, masyarakat sejahtera,” pungkasnya.

Sementara itu Dirjen PHL Ir. Dida Mighfar Ridha turut mendukung kegiatan tersebut. Menurutnya pemanfaatan hutan harus tetap menjaga kelestarian hutan itu sendiri. Pada kegiatan Sekolah Lapang Pemanfaatan HHBK itu juga dilakukan sesi diskusi terkait pemanfaatan rotan di hutan Mentawai.

Ketua HKm Simatulu Desa Muntei, Heronimus mengutarakan di Desa Muntei, Siberut Selatan terdapat banyak jenis rotan yang berpotensi menghasilkan pendapatan. Masyarakat menamai jenis rotan-rotan itu yakni rotan saga, rotan mawi, rotan silimit. Rotan cacing dan sejumlah jenis lainnya. Namun saat sekarang yang memiliki nilai jual baru rotan jenis manau. Makanya masyarakat termasuk yang tergabung dalam HKm Simatulu hanya memanfaatkan HHBK rotan jenis manau ini.

“Kami di sini banyak memiliki potensi rotan. Bahkan rotan di sini banyak jenisnya dan sangat melimpah. Namun belum termanfaatkan dengan baik,” ujar Herenimus.

Ia dan anggota kelompok pernah melakukan panen rotan bukan jenis manau. Namun setelah diolah tak satu pun pedagang atau pengumpul berminat membelinya. Karena itu potensi tersebut masih terabaikan sampai saat ini. Padahal jika dikelola dengan sarana dan prasarana yang memadai, rotan tersebut bisa dibuat untuk kerajinan tangan serta produk lainnya.

”Misalnya saja rotan cacing. Rotan ini bentuknya kecil bisa dimanfaatkan untuk membuat tikar. Bahkan sudah ada masyarakat yang berhasil membuat tikar dari rotan jenis ini. Tapi waktunya sangat lama karena butuh proses yang panjang,” ujarnya.

Menurut Heronimus, butuh alat khusus untuk mengelola rotan-rotan tersebut sehingga rotan bisa dibentuk menjadi halus. Dengan begitu rotan bisa diolah menjadi produk kerajinan. Contoh lainya, seperti rotan mawi yang juga tidak termanfaatkan dengan baik. Bahkan jika ia pergi ke rimba dan menemui rotan jenis ini mereka potong saja. Padahal potensinya bisa bernilai ekonomis jika bisa dikelola dengan baik. Baru rotan jenis manau yang bisa dipanen masyarakat.

Bahkan dari komoditas jenis ini penjualannya sudah sampai ke Cirebon. Rotan yang dikirim itu adalah bahan setengah jadi. Maksudnya rotan yang sudah digoreng, dicuci dan diasapkan dengan balerang. Atau rotan kering yang sudah melalui pengolahan.

“Bahan setengah jadi inilah yang kami kirim ke Cirebon. Sekali pengiriman mencapai 10 ribu batang,” ujarnya. Bahkan katanya Kelompok HKm Simatulu sudah mengirimkan ratusan ribu batang manau ke luar daerah.

Sementara karena keterbatasan, untuk membuat produk dari rotan, masyarakat harus membeli kembali rotan yang sudah diolah dan dipotong-potong dari daerah luar. Seperti bahan untuk membuat kerajinan keranjang, tikar, ayunan anak-anak dan lainnya.

”Padahal bahannya dari kami. Namun ketika kami ingin membuat kerajinan, kami harus beli lagi bahan yang sudah kami jual itu ke Padang. Karena pengelolaan bahan itu juga ada di padang,” ujarnya.

Kini Impian HKm Simatulu, tidak hanya sekadar mengirim bahan baku atau setengah jadi keluar. Tapi bisa mengelola bahan baku itu dan bisa dimanfaatkan masyarakat lokal. “Contohnya, masyarakat Mentawai sudah ada buat keranjang dan ayunan anak-anak,” ujarnya.

Menyikapi itu, Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozawardi mengatakan, dalam memanfaatkan potensi itu butuh sinergi bersama, termasuk pemerintah daerah dan pemerintah provinsi dan pihak terkait lainnya. Menurutnya harus ada kesepakatan dalam hal ini. Misalnya saja  suplai komoditas berapa targetnya, sehingga uang bisa mengalir di pinggir pinggir masyarakat. Dia menegaskan bahwa Dishut Sumbar siap memfasilitasi, selama pemetaan potensi dan pengelolaan manau itu jelas. Sehingga bisa dilakukan pengolahan manau dengan baik ke depannya.

“Ke depan kita juga sepakat menjadikan Simatulu role model dalam pengelolaan komoditas rotan ini,” tuturnya.

Yozarwardi menyebut, pada 2024 Dinas Kehutanan Sumbar menganggarkan Rp 19 miliar dari APBD untuk perhutanan sosial ini. Dukungan penuh ini untuk pengelolaan potensi perhutanan sosial yang ada. Ia mengatakan, untuk sampai ke tingkat pengolahan lebih lanjut tentu petani terlebih dulu harus memahami teori atau tata cara pengelolaan itu sendiri. Misalnya saja, masyarakat hanya mengetahui prosesnya sampai sampai di tahap tertentu, ketika masuk ke tahap pengolahan lanjutan, teorinya malah tidak dikuasai, tentu produk yang diolah itu malah menjadi barang tidak jadi.

Karena itu perlu kesepahaman bersama agar semua pemanfaatan dari hulu bisa sampai ke hilir. ”Kadis Kehutanan siap dipanggil kapan saja untuk ini,” ujar Yozarwardi.

 Ia juga menyarankan agar kelompok perhutanan sosial melakukan pengembangan hingga di kaum perempuan. Seperti yang dilakukan di Nyarai, Padangpariaman. Di sana  ada potensi asam kandis yang diolah oleh kaum perempuan untuk dijadikan slai, sirup dan makanan ringan.

“Semua ini dikelola oleh kaum perempuan di kelompok tersebut. Kita berharap di Mentawai juga seperti itu, lakukan peningkatan kapasitas kaum. perempuan di HKm,” pungkasnya.

Yozarwardi berharap Sekolah Lapang Pemanfaatan HHBK Rotan tersebut bisa menjadi titik awal pengelolaan rotan berkelanjutan di Mentawai dan masyarakat itu sendiri yang menjadi leader-nya.(*)

Editor: Novitri Selvia

Sumber Berita : https://padek.jawapos.com/features/2364970239/dari-sekolah-lapang-pemanfaatan-hhbk-rotan-di-siberut-selatan-komoditas-rotan-melimpah-pengelolaan-belum-maksimal?page=4 diakses pada 14 Agustus 2024

0

Leave a Reply